Jadi kebiasaan sekarang, setiap
menulis satu topik, dipecah jadi beberapa. Tapi majangnya di banyak tempat,
dasar gak fokus! Kali ini hebohnya soal cadar, yang kabarnya bakal dibuat
peraturan khusus. Lebih spesifik tentang hukum cadar, yang dalam pencarian kata
kuncinya bikin agak geli.
Menurut ilmu yang ditularkan para
mastah blogger, nulis itu selain suka-suka juga harus ada yang baca. Syarat dibaca,
ya ada yang nyari. Tau deh ini artikel ada yang nyari atau nggak. Pokoe tetap
nulis yang kita suka. Hidup egois!
Nah, dalam pencarian kata kunci “hukum
cadar” di sebuah laman, kocaknya yang kudapat adalah “hukum cadar menurut
salafy”, “hukum cadar menurut nu”, dll. Kenapa gak ada yang nyari “hukum cadar
menurut menteri agama” atau “hukum cadar menurut fachrul razi?”
Adalah yang cukup cerdas dengan
mencari “hukum cadar menurut ulama salaf”, ini kan lebih “ramah”. Ada juga yang
mencari “hukum cadar menurut 4 mazhab” lebih terbuka dan adil dalam mencari
ilmu. Tapi isi hati orang siapa yang tahu, kali aja otakku yang lagi keliru
menafsirkan pencarian yang cuma gawe-gawean mesin sejenis Google.
Ada juga yang mencari “hukum
cadar menurut Islam”. Barangkali ini yang paling ajaib, memangnya ada agama
lain yang wanitanya pakai cadar? Agama ya, bukan budaya.
Mungkin memang ada! Kau be yang
dak tau! Haiah, keluar bahasa Simpang Kawat!
Oke, jadi sebenarnya. Apa sih hukumnya menggunakan penutup wajah yang menurut sebagian orang bikin tambah cantik, tapi sebagian lagi merasa ngeri?
Menurut Madzhab Hanafi, sebentar,
madzhab, menurut Ustaz Adi Hidayat adalah singkatan dari maa dzahaba ilayhi.
Artinya, apa yang cenderung padanya. Maksudnya, kita mau pilih yang mana
(berdasarkan dalil yang kita yakini kuat).
Menurut madzhab ini, cadar
hukumnya sunah. Tapi bisa menjadi wajib jika khawatir menimbulkan fitnah. Misalnya
cantik banget, mirip mantan orang, … hoi! Jangan bercanda pas bahas agama!
Sebagian Madzhab Maliki
menganggap seluruh tubuh wanita adalah aurat, termasuk suara. Sebagian lagi,
tetap tidak mewajibkan cadar dengan S&K yang sama dengan Madzhab Hanafi. Jadi
orang cantik memang merepotkan!
Kamu pernah baca kisah Atikah (radhiyallahu
‘anha)? Saking cantiknya, suami-suaminya jadi supercemburu dan terus
menjaga beliau. Suami-suami? Jangan pernah berpikir shahabiyah poliandri
ya! Hapus pikiran jahatmu! Atikah pernah menikah dengan Zubair bin Awwam, lalu
Zubair syahid, menikah dengan orang lain, syahid, orang lain lagi, dan pernah
pula menjadi istri Umar bin Khattab.
Sebelum menikah, Atikah
mensyaratkan diizinkan tetap salat ke masjid. Syarat diterima, tapi alhasil,
suaminya harus antarjemput saking takut istrinya dilihat orang dan ketahuan kalau
cantiknya pakai banget. Kadang ini juga yang membuat kita begitu husnuzhan …
ahsudahlah!
Madzhab Hambali mewajibkan cadar.
Bahwa wajah dan telapak tangan itu bukan aurat, menurut ulama pada madzhab ini,
berlaku saat salat. Sedangkan di luar salat, terutama di hadapan ajnabi
(laki-laki nonmahram), seluruh tubuh wanita, sampai ke kukunya sekalipun,
adalah aurat.
Yang merasa ikut Madzhab Syafi’i jangan
senang dulu! Apalagi di Indonesia, kabarnya dominan madzhab ini. Faktanya,
Madzhab Syafi’i juga mewajibkan cadar menurut pendapat mu’tamad
(pendapat yang kuat/utama)!
Yang paling beda adalah hukum
cadar menurut Menteri Agama. Katanya, cadar itu budaya Arab. Bukan indikator keimanan
dan ketakwaan.
Bahwa cadar bukan bukti seseorang
beriman dan bertakwa, aku setuju. Apalagi gak berjilbab, jelas bukan banget. Kecuali
dia laki! Karena ukuran iman dan takwa orang itu bukan kita yang tahu. Kita hanya
merasakan efeknya, tidak bisa menilai.
Sudah tahu siapa saja mahram kita? Ini daftarnya
Kalau temanmu baik, kamu akan
rasakan selama bergaul dengan dia. Tapi baiknya tulus atau nggak, sudah ada
malaikat yang mencatat, dan Allah yang memberi balasan. Lah elu siapa ngurusin
amalan orang!
Begitu pula dengan cadar. Kita nggak
tahu alasan seseorang bercadar, apakah karena dia memilih dari empat madzhab
tadi, atau dia merasa nyaman dari pandangan orang, atau suaminya yang minta. Urusan
apa kita sampai sejauh itu ingin tahu? Apalagi sampai melarang. Na’udzubillah. Ketika
ada orang berbuat baik dan kita kegerahan, apa gelar yang cocok buat kita?
Kita? Ogah! Fachrul aja!
Kemudian soal cadar adalah
budaya, inilah yang selalu digembar-gemborkan kaum liberal. Mereka tidak pernah
terusik dengan orang-orang berpakaian seksi, tapi panas banget melihat yang
pakai cadar. Hayoo, dapat gelar apa?
Jika menentang orang telanjang
dianggap melanggar HAM, melarang orang bercadar mereka anggap heroik. Bahkan tidak
sedikit dari mereka yang mengira muslimah bercadar itu sedang dijajah. Dijajah suami,
dijajah orang tua, ujung-ujungnya ya dijajah Islam. Kasihan ya, minum asi pakai
tusuk gigi kali ni orang. Gak nyampe!
Sebelum ayat tentang aurat turun, wanita-wanita Arab tidak mengenakan penutup kepala. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat pada ayat dan hadis ini:
Hendaknya kalian (wanita
muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj
sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu. (QS 33: 33)
“Tabarruj seperti wanita
jahiliyah”. Berarti sebelum Nabi menyampaikan risalah Islam, mereka melakukan tabarruj
(berhias lebay). Lah kalau sudah dandan menor terus ditutup cadar apa gak mubazir
makeupnya? Artinya saat itu mereka belum cadaran kan? Jadi gimana bisa cadar
disebut budaya Arab. Sedangkan tanah dan Bangsa Arab sudah lebih dulu ada
sebelum syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam turun.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini, Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka (QS 24: 31),
mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR Bukhari
4759).
Gimana ceritanya kalau sudah
cadaran tapi belum kerudungan? Emang lagi bersih-bersih karpet? Artinya, sebelum
mereka masuk Islam, mereka belum berjilbab!
Tapi Maryam pakai kerudung.
Tahu dari mana?
Dari gambar, patung, dsb.
Itu kan Bunda Maria, bukan dari
Sejarah Islam. Kalaupun disamakan dengan Maryam, Maryam adalah anak dari Imron,
keturunan Bani Israil. Bukan Bangsa Arab.
Tapi apa ayat dan hadis di atas
valid?
Nah kalau sudah meragukan ayat
Alquran dan hadis, kita stop aja diskusinya. Tidak ada pegangan lagi. Tidak ada
yang perlu dibahas lagi.
Balik ke topik asal, hukum cadar
adalah … jangan menurut aku atau kamu. Pilih saja yang sudah disimpulkan para
ulama. Yang penting, kamu yang sudah bercadar gak usah merasa paling mulia. Yang
belum … apalagi! (ih, ngomongin diri sendiri).
Yang tidak bercadar, gak usah
melabeli muslimah bercadar, seperti kelakuan orang-orang munafik yang suka
mengolok-olok ajaran Islam. Jadi ingat pesan Ustaz Adi di salah satu ceramah
beliau. Cadar itu, hukum yang paling ringannya adalah sunah. Kalau sunah,
berarti setara dengan salat Duha, salat fajar, puasa sunah, dll. Bayangkan,
kita mengolok-olok orang salat Duha? Kurang konyol apa!
mudah2an gak sampe jadi peraturan menteri atau yg sejenisnya
ReplyDeleteMemang itu kerjaan orang-orang liberal. Tapi mudah-mudahan kita senantiasa Istiqamah dalam menjalankan amalan ajaran Islam.
ReplyDeleteJika ditelusuri lebih detail, tentunya mereka yang sadar akan faham sebenarnya bagaimana hukum teringan menggunakan cadar bagi muslimah adalah Sunnah, dan semuanya setuju
ReplyDeleteSecara pribadi saya setuju sih sama penggunaan cadar bagi yg ingin mengamalkan amalan tsb. Tetapi saya punya temen-temen berdasar yg beragam mbak. Misalnya ada yg nganu (iya taulah, hehe), tetapi ada juga yang humble, enak diajak ngobrol. Jadi, tetap enak diajak saling komunikasi.
ReplyDelete