Mamak bilang, waktu kecil aku diberi susu merek Andsapi.
Belum pernah dengar kan merek itu? Karena itu hanya penamaan olehku, semacam
“panggil saja Bunga”.
Tapi yang kuingat hanya gambar cewek bule memanggul sesuatu
di kepalanya. Susu kaleng yang tiap pagi dan sore kuminum sambil ditungguin
Mamak. Kupikir, susu itulah yang membuatku gak keluar-keluar dari ranking 10
besar selama SD-SMP.
Kukira nona yang enggak ada capeknya itulah yang membuat aku,
ehm, pintar. Iya, ini klaim. Jangan diambil hati!
Faktanya terbongkar setelah beberapa tahun silam kita
membaca dan menonton fakta di balik susu kental manis. Jangan bilang kamu belum
tahu! Tapi gak masalah, di sini kita sama-sama bertobat. Halah!
Ternyata, SKM (susu kental manis) yang selama ini dalam persepsi
kita adalah susu rupanya … susu!
Tapi, telah diolah sedemikian rupa. Airnya dihilangkan,
kemudian ditambahkan gula. Makanya disebut kental manis. Sedikit air jadi
kental, manis karena banyak gula. Yang bikin keliru adalah kata “susu” yang
membuat kita berpikir bahwa SKM adalah susu yang mengandung banyak gizi.
Padahal dari kandungannya, lemak dan gula jauh lebih tinggi
daripada protein yang kita harapkan terdapat di dalam susu. Jadi SKM lebih
tepat disebut dengan gula beraroma susu.
Kupikir memberi SKM untuk anak-anak hanya ada di zamanku. Kita
maklum, orang-orang tua dulu tidak paham soal gizi anak, alih-alih bicara
parenting. Standar anak sehat zaman dulu adalah gemuk. Dan aku gak kebagian
predikat itu.
Sebagai orang Indonesia, posturku tergolong tinggi. Karena
waktu kecil aku enggak gemuk, makanya oleh Mamak diberi SKM setiap hari, menggantikan susu Andsapi tadi. Nyatanya
aku baru melar setelah melahirkan. Jadi kupikir SKM gak salah-salah amat. Alhasil
aku agak abai soal hubungan SKM dengan stunting.
Stunting adalah masalah kekurangan gizi kronis yang terjadi
dalam waktu lama. Stunting terjadi sejak usia janin, dan terlihat ketika
memasuki usia 2 tahun. Cirinya tinggi di bawah rata-rata anak seusianya; berat
badan tidak naik, bahkan cenderung menurun; pertumbuhan gigi lambat; dan
kemampuan belajar yang rendah.
Ternyata, dari 1835 anak usia 0-5 tahun; sebanyak 12% anak
mengalami gizi buruk dan 23% anak gizi kurang. Sementara anak berstatus gizi
buruk paling banyak ditemukan pada usia 5 tahun, yaitu sebesar 28,8%. Sedangkan
anak berstatus gizi kurang banyak ditemukan pada usia 3 tahun sebesar 32,7%.
Salah satu penyebabnya adalah pemberian SKM pada anak-anak. Sebab persepsi
bahwa SKM adalah susu ternyata masih ada pada orang tua zaman sekarang.
Bukan semata soal persepsi, tapi juga tingkat kesejahteraan
masyarakat yang ada di negeri ini. Oh ya, data di atas kudapatkan dari
pemaparan pada Talk show bertema Edukasi Gizi Anak Menuju Indonesia Unggul
dengan Mewujudkan Generasi Emas 2045.
Talk show ini diselenggarakan oleh Yayasan Abhipraya Insan
Cendekia Indonesia (YAICI) bekerja sama dengan PP Aisyiyah dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional yang Ke- 55.
Diadakan di aula Universitas Muhammadyah Jambi tanggal 17
Desember 2019, gara-gara acara ini aku jadi tahu bahwa tidak semua orang tua memahami
bahwa SKM bukan susu yang cocok untuk dikonsumsi anak-anak.
SKM berbeda dengan susu lain yang bisa diminum langsung. Pemanfaatan
paling tepat untuk SKM adalah dijadikan toping pada makanan. Berbeda dengan
susu UHT, susu kedelai, dan jenis susu lainnya yang memang mengandung gizi yang
dibutuhkan anak-anak.
Disebabkan salah persepsi ini (dan faktor kesejahteraan),
banyak orang tua yang masih memberi SKM kepada anaknya. Mengira mereka sedang
memberikan minuman sehat bergizi kepada buah hati.
Ditambah lazimnya anak memang menyukai sesuatu yang manis,
mereka sangat senang diberi SKM. Malah jika sudah terbiasa, anak-anak akan menolak
saat diberi susu lain yang sebenarnya lebih tepat untuk mereka.
Bacaan penting >> Alternatif Sehat untuk yang Doyan Makan Mi
Bahkan di antara penderita kurang gizi, dalam hal fisik yang
stunting, ada anak yang lebih banyak mendapat asupan SKM dibanding makanan
biasa semisal nasi dan lauk. Alih-alih bicara buah dan sayur, orang tua mereka bahkan
mengira SKM dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, sehingga pemberiannya bisa
lebih dari tiga botol dalam satu hari!
Meski istilah stunting sudah seliweran di berbagai media. Aku
masih belum terlalu aware. Sebab selain aku sendiri semasa kecil adalah
konsumen SKM (dan alhamdulillah tidak stunting), anak-anakku juga tidak kuberi
SKM kecuali untuk campuran makanan.
Sempat berpikir mereka mengalami stunting, karena kedua
anakku secara fisik tingginya di bawah teman-teman mereka. Tapi ketika
kukonsultasikan pada dokter, jawaban lebih dari satu dokter menganggap itu
faktor keturunan.
familyeducation.com |
Sebab baik si kakak maupun adik tidak mengalami masalah
dalam belajar. Mereka aktif, tidak sering sakit, dan alhamdulillah normal menurut
ciri anak sehat.
Tapi di acara talk show yang faedah tersebut, aku mendapat
pencerahan berarti. Ternyata, stunting dapat dicegah dengan intervensi selama
kehamilan.
Artinya, meski secara genetik aku berpeluang melahirkan anak
yang tidak tinggi. Tapi dengan intervensi, aku bisa mendapat peluang lain,
yaitu melahirkan anak yang tidak terindikasi stunting. Caranya:
Saat Hamil
- Minum tablet tambah darah minimal 90 butir selama masa kehamilan.
- Konsumsi makanan tambahan untuk ibu hamil.
- Pastikan menggunakan garam beryodium untuk memasak. FYI, air yang meleleh di wadah garam adalah yodium yang kita butuhkan. Jadi saat kita membuang air tersebut dan hanya memasukkan garam kering, artinya kita hanya menambah natrium ke dalam masakan, tanpa yodium.
- Tidur pakai kelambu. Tahu kan alasannya? Bukan supaya gak digigit nyamuk loh ya! Karena nyamuk gak punya gigi.
- Jangan sampai cacingan!
Saat Menyusui
- Inisiasi menyusui dini.
- Mencuci tangan sebelum menyusui.
Sebelum Anak Berusia 2 Tahun
- Beri ASI eksklusif hingga usia 6 bulan.
- Beri Makanan Pendamping ASI sejak usia 6 bulan sampai 2 tahun.
- Minum obat cacing 6 bulan sekali.
- Beri suplementasi zink, bisa didapatkan di puskesmas.
- Tidur pakai kelambu.
- Ajari hidup sehat.
Nah, tips di atas insyaallah akan kupraktikkan di kehamilan
ketiga nanti. Semoga ingat!
Sama Mbak. Kayaknya aku korban SKM juga. Tapi sampai saat ini SKM masih jadi favorit anak-anak dan orangtua 😂 Semoga pada bisa move on ke susu asli ya, terutama yang masih balita.
ReplyDeleteArtikel yang mencerahkan. Jadi banyak tahu mengapa SKM tidak bs disamakan dg susu. Hmm, bertambah lagi deh ilmuku ttg parenting. Meski terlihat kecil, tp dampaknya ternyata besar jg.
ReplyDeleteAku ikut nih seminarnya di Semarang dan tercerahkan banget kalau ternyata SKM bukan susu, tapi sirup rasa susu dengan kandungan gula yang luar biasa
ReplyDeleteBenar banget Mbak, agar anak tidak stunting memang harus disiapkan dari kehamilan. Katanya di 1000 hari pertama
ReplyDelete