unsplash.com |
Heboh kasus Reynhard Sinaga yang divonis seumur hidup karena memperkosa
159 orang, dengan 48 di antaranya jadi korban berulang. Makin heboh karena
Reynhard adalah seorang gay, dan yang diperkosa adalah cowok-cowok heteroseksual.
Hebatnya pengadilan Inggris, tempat peristiwa itu terjadi, perbuatan
Reynhard Sinaga dilakukan sepanjang tahun 2015-2017. Tapi informasi ini baru
kita dapat di tahun 2020, setelah sidang keempat, yang memutuskan Reynhard
bersalah dan mendapat vonis yang tepat menurut pengadilan setempat.
Artinya sistem peradilan Inggris berhasil menutup kasus sekaligus
identitas pelaku dan korban dari media. Kalau saja berita ini terendus sejak
Reynhard ditangkap, bukan mustahil selama lima tahun kita akan disodori berita
LGBT (Lesbian, Biseksual, Gay, Transgender) saban hari. Apakah hal itu membuat
orang waspada? Bisa-bisa malah menginspirasi calon pelaku lainnya.
Belum lagi kebiasaan beberapa pihak yang selalu punya cara untuk
mendapatkan simpati masyarakat. Alih-alih waspada pada LGBT, justru kita dibuat
akrab dan menganggap tidak ada yang salah dengan perilaku menyimpang mereka.
Sejarah LGBT
Daripada jauh-jauh
mencari, sebagai muslim lebih baik kita ambil rujukan yang paling dekat dan
paling shahih, yaitu Al-Qur’an.
Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, “Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu.” (Al-‘Ankabut 28).
Menurut tafsir Ibnu
Katsir, ayat di atas menyebutkan bahwa kaum Nabi Luth ‘alayhissalam adalah
orang pertama yang melakukan perbuatan homoseksual. Perbuatan yang belum pernah
dilakukan oleh satu pun anak Adam sebelum mereka.
Bukankah kaum Nabi Luth
sudah binasa? Lalu kenapa sekarang masih ada yang melakukan perbuatan serupa?
Itulah salah satu
hikmah disebutkannya kisah-kisah dalam Al-Qur’an; agar kita mengambil
pelajaran. Sebab sejarah seringkali berulang, dan Allah telah menunjukkan
bagaiman kesudahan nasib kaum Nabi Luth yang menentang ketentuan Allah dan
menantang azab-Nya.
Selain kaum Nabi Luth
yang kita kenal dengan Bangsa Sodom, masih ada kelompok lain yang juga diazab
Allah karena perbuatan mereka yang melampaui batas. Di antaranya penduduk Kota Pompeii
dan Dukuh Legetang.
Pompeii adalah kota
yang pernah ada pada zaman Romawi Kuno, sekarang berada di wilayah Italia. Letusan
Gunung Vesuvius pada tahun 79 M membuat kota ini punah. Tahun 1738 Pompeii ditemukan kembali, dan menjadi satu-satunya kota kuno yang struktur
topografinya dapat diketahui tanpa modifikasi.
Penduduk Pompeii/pinterest.com |
Relief di tembok-tembok Kota Pompeii/pinterest.com |
Hal itu disebabkan Kota Pompeii “hanya” diselimuti abu vulkanik yang membekukan kota bersama penduduknya. Alhasil, para korban pun turut membeku dalam keadaan yang sesuai dengan kegiatan terakhir pada masa hidup mereka. Inilah yang kemudian membuat situs Pompeii ditutup. Karena pose erotis para korban serta gambar kelamin laki-laki di setiap ruang dan sudut kota!
Sebelum pencarian
gambar di Google disaring lebih rapat, berbagai gambar reruntuhan dan korban
Pompeii mudah ditemukan dalam keadaan nyeleneh antara laki-laki dengan laki-laki,
perempuan dengan perempuan, anak kecil dengan orang dewasa, manusia dengan
hewan, manusia dengan kelaminnya. Nah, bayangin sendiri, deh!
Bayangkan tubuh
manusia kaku bersalut abu, ya!
Untuk saat ini gambar
yang bisa ditemukan di Google hanya gambar yang masih dianggap aman dan "tidak
mengganggu".
Beralih ke Legetang,
sebuah dukuh yang berada di wilayah Banjarnegara, Jawa Tengah. Suatu malam di tahun
1955, terdengar ledakan besar yang terdengar hingga ke wilayah nan jauh dari Dukuh Legetang. Paginya, masyarakat di sekitar dukuh dibuat kaget karena puncak Gunung
Pengamun Amun sudah rompal, dan Legetang yang semula lembah berubah menjadi
bukit.
Gunung Pengamun Amun yang kehilangan puncaknya/wikipedia |
Menurut penduduk dan orang-orang yang pernah ke sana, Dukuh Legetang tidak terletak tepat di bawah Gunung Pengamun Amun. Sehingga cukup aneh jika kejadian yang berlangsung dalam semalam itu adalah longsor biasa.
Tugu peringatan Lagetang/portal-islam.id |
Pada malam kejadian, Dukuh Legetang tengah mengadakan pesta panen. Biasanya, di dukuh ini panen raya dimeriahkan dengan berbagai pesta berujung maksiat. Dari judi, minuman keras, hingga perzinahan sesama jenis. Alasan inilah yang membuat orang percaya, puncak Pengamun Amun dipatahkan Allah untuk menimbun dukuh yang penduduknya tengah memancing azab tersebut.
Meski peristiwa Pompeii
dan Legetang telah nyata terbukti, pengingkaran demi pengingkaran terus
dilakukan. Bahkan mengatasnamakan sains, seolah agama tidak akan pernah sesuai
dengan ilmu pengetahuan. Nantinya kita akan menganggap bahwa kejadian tersebut
murni karena keadaan alam, dan azab hanyalah mitos.
Dan mereka berkata, “(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (al-Furqon 5).
Sebab-Sebab Seseorang Terpapar LGBT
Para pelaku LGBT
biasanya meyakini bahwa perilaku mereka adalah bawaan lahir, dan berusaha agar
semua orang percaya dengan keyakinan itu. Tujuannya, agar ada pemakluman dari
orang lain, sekaligus penyangkalan bahwa mereka sebenarnya mengalami gangguan mental.
Pakar neuropsikologi
dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ihsan Gumilar, menyatakan LGBT adalah gangguan mental. Oleh sebab itu,
kecenderungan seksual terhadap sesama jenis ini dapat disembuhkan.
Buku pegangan psikolog
dunia, Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorder
(DSM) edisi kelima juga telah
menghapus LGBT dari daftar gangguan mental. Menurut Ihsan, penghapusan tersebut
hanya berdasarkan voting, bukan observasi. Nahasnya, pemenang voter di kemudian
hari diketahui adalah pelaku LGBT.
Banyak faktor yang
menyebabkan seseorang terpapar LGBT. Bisa dari pola asuh, trauma masa lalu, dan
yang paling umum, dari pergaulan.
- Pola asuh
Pola asuh dalam
keluarga berperan penting menyuburkan bibit LGBT. Hal ini terkait sugesti yang
diberikan oleh lingkungan terdekat.
Misal, seorang anak laki-laki
yang dilahirkan dengan fisik “cantik”, ditambah orang tua yang menginginkan
anak perempuan, bisa membuat orang tua memperlakukan anak tersebut layaknya
anak perempuan. Dididik tidak mandiri, over protective untuk ukuran laki-laki,
dan pola asuh yang semacam itu membuat anak tersugesti bahwa mereka adalah
perempuan. Atau minimal, bukan laki-laki sepenuhnya.
Bahkan sahabatku ada
yang semasa kecil dipakaikan baju perempuan oleh ibu kandungnya padahal dia
laki-laki! Ini bukan mengada-ada, ini nyata!
Atau sebaliknya,
seorang anak perempuan yang diperlakukan layaknya anak laki-laki. Dipakaikan pakaian
laki-laki, dipanggil dengan panggilan khas cowok oleh masyarakat, dsb. Itu pun
bagian dari sugesti yang akan dia bawa hingga dewasa. Seolah ada pembenaran
dari masyarakat, bahwa dia berbeda.
Maka salah satu cara menghindari
meluasnya LGBT, jangan menggelari anak-anak dengan sebutan yang tidak baik. Jangan
buat mereka merasa bukan laki-laki atau bukan perempuan, atau bahkan menyebut
mereka banci, bencong, dsb.
- Trauma
Ada banyak contoh
kasus di sekitar kita, bagaimana seseorang yang trauma pada figur tertentu. Katakanlah
anak korban broken home yang melihat ibunya teraniaya oleh perilaku ayahnya. Jika
ia anak perempuan, kerap terjadi ia benci pada semua laki-laki. Kita bisa
menebak apa yang terjadi selanjutnya.
- Pergaulan
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628).
Seorang yang normal
dapat terpapar LGBT akibat sering menonton video porno. Dari mana videonya? Kebanyakan
dari teman. Siapa yang pertama kali mengenalkan pada tontonan itu? Umumnya ya teman.
Faktor ekonomi juga
disebut-sebut sebagai salah satu sebab seseorang menjadi pelaku LGBT. Seorang ayah
dengan alasan menghidupi anak istri terpaksa jual diri pada laki-laki
homoseksual. Bukankah itu butuh jaringan? Dari mana ia dapat? Dari pergaulan.
Kalau ia bergaul
dengan orang baik, tidak mungkin teman-teman yang baik menjerumuskan ia pada
kemaksiatan.
Baca juga >> 😄 Eccedentiast, Wajah Tersenyum Tapi Hati Menangis ðŸ˜
Bagaimana Menyembuhkan LGBT?
Jangan pernah abai dan
menganggap remeh LGBT, sebab efeknya tidak main-main. Saat kita menganggap LGBT
bukan bahaya yang berarti, di saat yang sama dengan dalih persamaan hak, para
pelaku senantiasa memperbanyak jumlah mereka.
Contoh keberhasilan
mereka terlihat pada dihapusnya LGBT dari daftar gangguan mental dalam DSM
edisi 5, dan keputusan PBB sejak 1973. Semua itu bisa terjadi karena jumlah
mereka yang lebih banyak saat dilakukan voting.
Selain dengan narasi
playing victim, pelaku LGBT pun secara aktif menularkan gaya hidup mereka. Jika
pun kita tidak berhasil dijadikan seorang LGBT, mendukung mereka adalah sebuah
pencapaian berarti.
Lalu bagaimana cara menyembuhkan
LGBT?
Hal yang paling utama
adalah pengakuan, bahwa LBGT adalah penyakit atau gangguan mental. Apa pun
sakitmu, kalau kamu merasa sehat-sehat saja, tidak ada masalah, maka percuma
saja berobat.
Ketika seseorang
menyadari LGBT bukan sesuatu yang normal, alam bawah sadarnya akan otomatis
menjauhi bahkan membenci perilaku tersebut. Alih-alih mendukung pelakunya!
Artikel ini dibuat
bukan untuk membenci pelaku LGBT, tapi membenci perbuatannya. Maka jika mengetahui
seseorang terpapar LGBT, yang bisa kita lakukan adalah mengajaknya kembali pada
jalan yang benar, atau meninggalkannya agar tidak menularkan gaya hidup yang
sama.
Tidak perlu menghina,
merendahkan, dsb. Cukup didoakan.
Kedua, kembali pada
nilai-nilai spiritual. Setiap penyakit mental, obatnya adalah iman. Meski mengetahui
LGBT adalah penyebab munculnya AIDS dan berpotensi membuat punah umat manusia,
tidak serta merta membuat pelakunya menghindari perilaku tersebut.
Hanya keyakinan pada
Allah, merasakan kehadiran-Nya. Meyakini kasih sayang-Nya, takut akan azab-Nya,
dan berharap pada pertolongan-Nya. Jika semua ini terkumpul di dalam hati, akan
mudah bagi seorang LGBT untuk menjalani terapi bersama psikolog.
Karena perasaan
dijauhi dan diintimidasi hanya ada dalam prasangka pelaku saja. Kalaupun benar
ada, belum tentu sedramatis yang dirasakan. Kalaupun sedramatis itu, dengan
iman, kita yakin akan hikmah dan pertolongan Allah.
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).
Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun (al-Mulk 1-2).
Artikel yang bagus semoga bermanfaat bagi orang bnyak
ReplyDelete