Saat ini masyarakat dunia tengah fokus pada Novel Coronavirus (2019-nCoV), keluarga virus Corona yang menyebabkan Covid-19. Padahal, penyakit karena lingkungan kotor juga tak kalah membahayakan.
Awal-awal wabah Covid-19 sampai ke Indonesia, aku sering berjemur di pukul 10 siang. Menyapu halaman, duduk di teras depan sambil baca buku, atau menemani anak-anak bermain sepeda.
Sayang, sekali saja kebiasaan itu diputus hujan, jadi malas mengulangnya lagi. Aku sudah telanjur keenakan di dalam rumah terus. Toh, matahari tembus ke dalam, pikirku.
Sampai kemudian, hari masih pagi tapi kakiku sudah gatal-gatal akibat digigit nyamuk. Barangkali lebih tepat disebut disuntik ya, kan nyamuk gak punya gigi!
Firasatku mengatakan, ada genangan air di luar. Sebab memang biasanya begitu. Air di kamar mandi kami insyaallah selalu tertutup, hanya sebagian kecil yang terbuka, yang cepat habis. Maka aku keluar untuk melihat.
Benar saja, litter box kucingku berisi air tepat di samping rumah, di bawah keran. Barangkali baru dibersihkan oleh suami. Maka kubalik litter box sehingga posisinya menutup.
Genangan air adalah tempat yang ideal bagi nyamuk Aedes Aegypti meletakkan telurnya. Jika sudah mengisap darah manusia, nyamuk ini bisa bertelur dengan jumlah yang tidak sedikit. 100-200 telur!
Sudah tahu dong, nyamuk Aedes Aegypti merupakan perantara virus dengue, penyebab demam berdarah. Dan untuk tahun ini, sejak Januari hingga April 2020, sudah lebih dari 200 orang yang meninggal akibat DBD (demam berdarah dengue) di Indonesia (tirto.id).
Kabar buruknya lagi, DBD tidak hanya menjangkiti lingkungan yang kotor, lingkungan bersih pun tak luput dari virus dengue. Tapi jangan kemudian kita berpikir, ya sudah, tidak usah bersih-bersih saja, toh bersih pun tetap berisiko.
Terbalik. Logika yang benar adalah, jika di lingkungan bersih saja masih ada risiko penyakit, apalagi lingkungan kotor!
Wabah Covid-19 yang jadi pandemi saat ini seolah mengajarkan kita untuk berperilaku bersih dan konsisten menjaga kebersihan. Sayang, gara-gara menjaga kebersihan diri dan rumah, ditambah keharusan tetap di rumah, membuat kita jadi abai dengan keadaan di luar.
Mungkin bukan kita, tapi aku. 😝
Namun untuk beberapa kasus, kulihat banyak kekeliruan yang terjadi di masyarakat dan kadung menjadi kebiasaan. Maksudnya untuk membersihkan rumah, tapi justru membuat lingkungan jadi kotor. Setidaknya ada dua hal yang sering kulihat di sekitarku.
Pertama, membakar sampah. Tetangga, bahkan kadang kalau mbahnya anak-anak di rumah, beliau suka sekali membakar sampah plus plastik-plastik yang ditemukannya.
Niat mereka tentu membersihkan rumah dan halamannya dari kotoran, tapi membakar sampah berdampak pada polusi udara. Plastik yang kerap digunakan sebagai bahan bakar juga dapat merusak tanah.
Menjelaskan ke emak kandungku saja susah, apalagi ke tetangga! Jadi kuceritakan di sini saja ya. Minimal pembaca iluvtari jadi makin pintar.
Kukutip dari alodokter.com, proses pembakaran sampah dapat menghasilkan karbonmonoksida, formaldehida, arsenik, dioksin dan furan yang semuanya itu berbahaya jika terhirup oleh manusia.
Tak sampai di situ, zat-zat tersebut juga bisa diserap oleh tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar pembakaran. Sayur dan buah yang menyerap aneka zat berbahaya pada masanya nanti akan mengirimkan zat tersebut ke tubuh manusia yang mengonsumsinya.
Memang efeknya tidak langsung terlihat, itulah yang membuat kita lalai. Sebagian lagi menganggap remeh atau malah tak percaya.
Kedua, membuang sampah ke selokan. Ini juga tak kalah sering dilakukan orang-orang di sekitar kita. Padahal selokan berfungsi sebagai saluran air, bukan tempat sampah.
Kalaupun hujan deras membuat sampah pergi dari selokan di depan rumah kita, nantinya ia akan menyumbat di tempat yang lebih rendah. Akibatnya? Banjir, genangan air, dll.
Ah, kan rumah rumah orang lain. Bukan rumah kita! Percaya deh, kebaikan atau keburukan yang kita lakukan, pasti kembali ke kita juga.
Misalnya salah seorang tetangga terinfeksi dengue karena genangan air di selokannya, maka nyamuk aedes aegypti bisa saja menularkan virus dengue dari tetangga tersebut pada keluarga kita.
Itulah sebab jika satu wilayah ditemukan pasien DBD, maka oleh pemerintah setempat, di wilayah tersebut dilakukan fogging untuk memutus rantai penularan. Tak kalah ngeri kan dengan Covid-19?
WHO mencatat, setiap tahun ada 12,6 juta kematian di seluruh dunia akibat lingkungan kotor. Artinya, per bulan ada sekira 1 juta nyawa melayang karena tak menjaga kebersihan.
Fakta yang mengejutkan, ya! Lebih mengejutkan lagi kalau setelah baca artikel ini, kamu gak berubah. Apalagi yang nulisnya, duh!
No comments