Hari gini masih nulis diary? Yup, kamu gak salah baca! Kita akan membahas manfaat menulis diary, alias buku harian.
Bukankah diary sudah tergantikan posisinya oleh medsos (media sosial)? Bisa dibilang begitu, tapi hal tersebut tidak berlaku bagi semua orang.
Kamu tentu kenal Bill Gates dan Steve Jobs. Dua jawara teknologi dunia ini malah sangat membatasi anak-anak mereka dari internet, medsos, dan hal-hal berbau gawai lainnya.
Alasannya, karena mereka tau betul dampak buruk perangkat canggih tersebut. Termasuk medsos yang di belahan dunia lain, begitu digandrungi.
Tony Fernandes, CEO AirAsia, menghapus Facebook, disusul Twitter-nya kemudian. Karena menganggap dua platform itu hanya berisi kemarahan dan kebencian.
Elon Musk, CEO SpaceX dan Tesla, menghapus akun Instagram-nya karena yakin platform tersebut hanya membuat seseorang menipu orang lain dengan penampilan yang dilebih-lebihkan.
Diary vs Medsos
Dari ulasan di atas, secara tidak langsung kita sudah bisa menyimpulkan dampak negatif dari medsos. Tapi apakah medsos selalu berdampak buruk? Ya jelas tidak.
Lewat medsos kita bisa bersilaturahmi dengan orang lain, baik dengan orang-orang yang dekat maupun yang jauh. Apalagi di masa pandemi begini. Yang mana interaksi dan tatap muka, apalagi sampai berkerumun, memang sebaiknya dihindari.
Bagi para penjual produk, medsos merupakan perangkat penting untuk meningkatkan penjualan. Pada kondisi seperti ini, jelas medsos memiliki lebih banyak manfaat ketimbang mudaratnya. Lalu bagaimana jika dibandingkan dengan diary?
Buku harian punya kelebihan pada sisi lainnya. Kamu sering membaca status galau seseorang di medsos? Atau justru kamu sendiri pelakunya? Mulai hari ini, lebih baik tinggalkan kebiasaan itu!
Hapus akunmu segera jika pernah digunakan untuk memaki atau melontarkan opini buruk yang berlebihan terhadap seseorang atau sesuatu. Karena di masa mendatang, jejak digital tersebut bisa membuatmu menyesal.
Menulis kegelisahanmu, sakit hati, atau perasaan negatif paling buruk sekalipun, akan bermanfaat sekali jika kamu tuliskan di diary.
Dikutip dari alodokter.com (6/2/2020), menulis buku harian sedikitnya memiliki 4 manfaat: meredakan stres, membuat tidur lebih nyenyak, mengenal diri sendiri, dan dapat membantu seseorang menyelesaikan masalah.
Dari sumber yang sama bahkan disebutkan, manfaat menulis diary di antaranya juga untuk memperbaiki kondisi mental orang-orang dengan gangguan mental seperti depresi, bipolar, skizofrenia, dll.
Manfaat Menulis Diary Setiap Hari
Pernah dengar istilah express writing? Terjemah bebasnya sih, menulis untuk mengekspresikan perasaan. Jika dirincikan dari manfaat menulis diary yang sudah disebutkan di atas, maka express writing yang dilakukan secara rutin akan memaksimalkan hasilnya.
Misalnya, kamu menuliskan kejadian sehari-hari yang kamu alami. Perasaanmu hari itu, masalah yang terjadi, dan bagaimana sebuah kejadian berakhir.
Itu akan jadi semacam jurnal pribadi yang bisa membuatmu menganalisis diri dan kehidupanmu. Singkatnya, kamu jadi lebih mengenal dirimu sendiri dan mudah untuk memahami apa yang membuat sesuatu terjadi dan bagaimana menanggulanginya.
Kalau belum pernah melakukannya, kamu bisa coba sekarang! Untuk mendapat manfaat menulis buku harian, yang dilakukan setiap hari.
Dampak Negatif Menulis Buku Harian
Meski menulis diary diyakini memberi banyak manfaat, ternyata ada dampak negatifnya pula. David Sbarra, seorang psikolog yang melakukan penelitian pada 2012 menyimpulkan, menuliskan hal-hal buruk secara rutin justru membuat seseorang makin tertekan.
Ketika seseorang menulis hal buruk lalu membaca tulisannya kembali, dan melakukannya secara berulang-ulang, hal tersebut justru berakibat pada depresi. Alih-alih melepaskan emosi negatif, kumpulan pikiran buruk justru menumpuk di kepalanya.
Wah, jadi serbasalah, ya? Ternyata dampak negatif menulis buku harian pun tak main-main. Tenang, setiap ada masalah selalu ada solusi. Banyak jalan menuju Makkah, kan!
Forum Lingkar Pena, Lumbung Penulis Berbagai Genre
Kamu pernah dengar nama FLP? Forum Lingkar Pena. Itu loh, organisasi penulis yang logonya seliweran di mana-mana. Karena FLP memang ada di seluruh Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri!
Lahir sejak tahun 1992, dan hingga kini namanya tetap berkibar. Karena mayoritas dari anggota FLP yang seabrek-abrek, memang terus aktif menulis.
Kenapa bisa demikian? Karena FLP menaungi penulis dari berbagai genre. Lalu apa hubungannya FLP dengan buku harian?
Jika seseorang sudah rutin menulis di diary atau buku harian, sudah hampir pasti ia memiliki minat atau bakat, atau malah keduanya terhadap dunia kepenulisan. Potensi itu!
Yang namanya potensi, sayang dong kalau tidak dioptimalkan. Daripada nulis gaje di buku harian (apalagi di status medsos!) jauh lebih positif kalau kemampuanmu diarahkan pada jalur yang tepat.
Sekretariat FLP Wil. Jambi dulu sekali |
Kalau kamu suka menulis cerita, silakan berguru pada jagonya fiksi di FLP. Suka meliput acara, menulis esai, beropini, …? Semua ada di FLP!
Lalu bagaimana cara bergabung dengan FLP? Kamu bisa cari informasi tentang FLP Wilayah atau Cabang yang terdekat dengan domisilimu di situs resmi organisasi ini. Biasanya masing-masing wilayah memiliki jadwal dan metode rekrutmen yang berbeda-beda.
Setelah kamu dinyatakan resmi menjadi anggota FLP, nantinya kamu akan mendapatkan nomor registrasi anggota (NRA) yang dengan itu kamu dapat mengikuti berbagai kegiatan FLP, baik yang di Cabang, Wilayah, maupun Pusat. Tentu ada syarat dan ketentuannya.
Sebelum bergabung, cek dulu visi dan misi organisasi ini, apakah Forum Lingkar Pena memang tempat yang tepat buatmu?
Kembali ke manfaat menulis diary. Sebelum kamu bergabung dengan FLP, tetaplah menulis di buku harianmu, termasuk hal-hal buruk. Lepaskan emosimu, lalu buang kertas yang berisi tulisan negatif itu. Buat ia hancur, sebagaimana hal-hal buruk menguap dari kepalamu!
Aku suka banget journaling Mbak!
ReplyDeletesetelah journaling itu rasanya otak jadi encer dan pikiran jadi kalem.
Recommended banget memang ya haha
Tapi bener juga di efek negatif dari journaling.. jangan sampai stuck dan terjebak malah menjadi depresi
makanya kalo yg jelek2 udah ditulis dibinasakan aja, hehe
DeleteAku nulis buku diary waktu SD hingga SMA. Tapi suatu hari ketahuan emak & adik. Ambyar rasanya hehe. Habis tu vakum nulis diary. Padahal semua manfaat menulis diary di atas aku rasakan. Semoga nanti bisa konsen nulis diary lagi
ReplyDeleteaku pernah juga tuh, diary-ku dibaca temen. padahal itu bagian dr adab, kezel!
DeleteMenulis diary banyak manfaatnya, utamanya dalam menyimpan ide sebagai bahan tulisan dikemudian hari.
ReplyDeletekalo yg kayak gitu dulu aku punya, kunamai buku saku. dibuat dr kertas2 bekas trus dipotong seukuran yg muat disaku. skrg nyatet dah pake hp, simpen di keep jd bs diakses dr mana aja
DeleteWahh aku hobi nulis diary pas masih sekolah/kuliah doang.
ReplyDeletesekarang udah kagak pernah
sepertinya perlu nih, dicoba lagi untuk rutin nulis diary y.
yang penting kudu DIGEMBOK, biar anak kagak baca wkwkwkwk
gembok diary dipelototin aja lepas mbak eh!
DeleteZaman sekolah dulu, saya rajin banget tuh menulis diary. Mungkin itu juga yang menjadikan tulisan tangan saya cukup rapi. Sekarang? waduh, gak usah ditanya...susah bener rapinya. Lebih sering ngetik, dibanding pegang pensil/pena.
ReplyDeletesekarang ada blog tapi udah jarang juga sih blog yang murni curhat ya
ReplyDeleteSekarang zamannya cari duit mbak 😂
DeleteSelama sekolah hingga kuliah aq sering nulis di diari dan rasanya worth karena bisa lepasin stress tp skrg setelah jd emak gak lagi
ReplyDeletesaya pernah baca tentang jurnal harian (diary) dan langsung saya praktekan
ReplyDeletedan ampuh
karena pada dasarnya kita mahluk sosial yang butuh curhat
daripada curhat ke teman yang malah dighibahin, mending ke diary :)
betul banget! diary gak mungkin mengkhianati kita. kecuali kalo gemboknya disentil, wkwk
DeleteAku sampai sekarang masih menulis di diary, Kak. Menulis di binder dengan kertas bekas, hehe. Lumayan sih efeknya beda dari blog karena bebas nulis apa saja. Sekaligus menjadi contoh buat anak-anak yang juga kuajari buat mau nulis di diary. Lumayan sih mereka jadi mau ikuti, tapi ya yg asyik-asyik aja, yang sederhana. Ingat FLP, dulu mau gabung pas masih kuliah, tapi kok canggung karena ga gape nulis fiksi hehe. Tapi menikmati sih karya penulisnya, kayak Afifah Afra dan Helvy.
ReplyDeleteTerimakasih mbak Iluvtari, ini artikel yang mencerahkan. sebagai orang yang emosional , saya memang terbantu bgt untuk meluapkan beban hari dengan menulis buku harian. Dulu sempat buka buku diary bergembok. setelah itu saya tulis di komputer. Eh keterusan deh skrg suka ngeblog. hehe
ReplyDelete