Dari aku masih bocah sampai sudah punya bocah, Mamak sering cerita tentang perjalanan hidup beliau. Termasuk menikah tanpa cinta yang berjalan hingga 44 tahun lamanya. Pada 2012, orang tuaku bercerai. Karena sadar tak ada cinta? Bukan. Bapakku meninggal.
Orang zaman dulu sih biasa, nikah tanpa cinta tapi punya anak juga. Banyak pula! Kamu mikir gitu kan? Dan lihatlah, perceraian zaman dulu juga gak sebanyak sekarang. Betul kata orang tua, cinta saja nggak cukup.
Menikah Tanpa Cinta Menurut Islam
Sebagaimana yang sudah kita tau sejak dulu sekali, seorang muslim hendaknya menikahi pasangannya karena empat hal: hartanya, kedudukannya, fisiknya, agamanya. Kemudian kita disarankan untuk mengutamakan agama.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, cinta akan hilang seiring dengan hilangnya sebab. Jadi orang-orang yang mencintai kamu karena kamu cantik, atau kaya, atau dari keluarga terpandang, suatu saat akan kehilangan sebab cintanya itu.
Cogan yang kegantengannya paling dahsyat sebumi pun suatu saat bakal gak ganteng lagi. Skincare apa pun gak akan bisa menolak kerut tanda usia. Ada sih nenek-nenek/kakek-kakek yang cantik/ganteng, tapi pembandingnya ya nenek/kakek juga.
Syukur kalau ada yang dari lahir sudah kaya, hingga dewasa, bahkan sampai mati pun sebagai orang kaya. Setidaknya selama hidup dicintai oleh orang yang cinta hartanya. Tapi ketika mati, harta gak dibawa. Yang dulu ngaku cinta juga sudah lupa, alih-alih mendoakan.
Maka menurut Ibnu Qayyim, cintailah orang karena Allah. Dialah “sebab” yang sudah ada sejak kita belum diciptakan, yang hingga kapan pun, Ia tetap kekal. Kesannya kelewat muluk? Nggak juga. Kita lakukan secara bertahap.
Apa kemudian gak boleh nikah karena ganteng/cantik, kaya, atau ternama? Boleh-boleh saja. Tapi agama nomor satu. Kalau pasanganmu paham agama, menikah karena ibadah, insyaallah ia akan berpikir ribuan kali untuk melalaikan kewajiban sebagai pasangan maupun sebagai orang tua bagi anak-anak.
Bandingkan! Cantik, kaya, terpandang, tapi akhlaknya buruk. Ganteng, kaya, terhormat di masyarakat, tapi kasar pada anak dan istri. Tidak terlalu cantik/ganteng, tidak kaya raya, bukan siapa-siapa, tapi adabnya baik pada keluarga, rajin ibadah, dan bertanggung jawab.
Cantik/ganteng itu relatif. Ada yang bilang cantik harus putih, namun banyak juga cewek gak putih tapi menarik. Kemiskinan bisa ditambal dengan rasa syukur, sesusah-susah kita, masih banyak yang lebih susah. Lihat ke bawah, jangan ke atas.
Terpandang di kalangan manusia? Apalah pentingnya. Banyak orang populer yang justru mati bunuh diri. Makin terkenal, makin sulit kita bergerak. Semua diperhatikan orang. Mending jadi orang biasa, kan!
Nikah itu berat, Men! Bukan sekadar melepas syahwat. Kamu nggak ngundang orang-orang datang untuk izin berkembang biak. Jadi pikir baik-baik kalau mau mengabaikan faktor agama. Penyesalan tidak mengubah apa pun.
Risiko Menikah Tanpa Cinta
Hidup kita nyata. Bukan novel cinta apalagi sinetron. Menikah dengan atau tanpa cinta, sama saja, pasti ada badainya. Carilah rumah tangga yang belum pernah punya masalah! Sampai Bikini Bottom pun gak bakal ketemu. Belum nikah pun kita sudah punya masalah. Lahirmu aja sudah masalah!
Kalau cinta yang dimaksud adalah syahwat semata, maka risiko menikah tanpa cinta sama dengan nikah dengan orang yang gak punya syahwat. Tapi bisa diobati kan.
Masih merujuk pada cinta adalah syahwat, maka menikah dengan cinta artinya beda tipis dengan tren cowok-cowok di banyak tempat yang memilih menikah dengan boneka seks. Kalau bonekanya rusak, ya tinggal cerai.
Tapi kalau yang dimaksud dengan cinta itu adalah cinta sejati. Yang menerima kekurangan, mengajak pada kebaikan, dan sama-sama berkorban, niscaya romantisme itu hanya nomor sekian. Hal utamanya adalah mengejar kebahagiaan. Kamu bahagia, pasangan pun demikian.
Jadi, “cinta”nya itu diterjemahkan dulu. Bukan fokus pada cinta atau nggak cinta. Hidup nggak sepicis itu.
Taaruf dan Khitbah
Nah, kalau kamu mau menikah dengan cinta yang lurus, ada jalur syar’i yang bisa ditempuh. Gak harus nunggu jilbabmu lebar dulu, gak harus celanamu cingkrang dulu. Semua butuh proses.
Pertama, carilah orang yang kamu percaya agamanya untuk bisa menjadi penghubung antara kamu dan calon. Pastikan kamu dan keluargamu sudah siap dengan proses ini. Edukasi orang tua dengan cara yang santun.
Tak masalah kalau kamu awalnya naksir duluan, bukan lewat tukar data atau yang semacamnya. Sahabat Nabi juga tidak pakai proposal waktu mau nikah, tapi mereka mendatangi wali atau konsultasi dulu kepada orang yang alim di antara mereka. Gak ujug-ujug nyosor ngajak kawin anak orang.
Untuk yang pernah pacaran, tak masalah kamu nikah lewat jalur taaruf. Yang sudah ya sudah, yang penting ke depan kita lebih baik. Nantinya mediator atau comblang akan mengatur waktu dan tempat untuk saling melihat dan berdiskusi terkait visi misi menikah dsb.
Setelah taaruf lancar, dilanjutkan dengan khitbah atau meminang. Hanya perlu sekira tiga bulan untuk proses ini, biar gak keburu pacaran sebelum nikah. Yang penting luruskan niat, kamu nikah untuk ibadah. Pasti ditolong Allah!
Untuk yang melalui proses ini dari nol, benar-benar belum kenal sebelumnya, di sinilah kita mempraktikkan kata-kata orang tua dulu, witing tresno jalaran soko kulino. Yang bukan orang Jawa pun tau artinya. Cinta akan datang seiring dengan frekuensi interaksi suami-istri. Makanya ngobrol!
Kalau setelah nikah lalu diem-dieman aja ya sudahlah. Anggap aja lagi KB.
Sudah Menikah tapi Tidak Cinta
Meski nikah adalah hal yang perlu disegerakan, namun prosesnya harus penuh dengan kesiapan. Tak cukup niat baik saja. Segera tidak sama dengan terburu-buru. Karena buru-buru adalah sifat setan.
Sakinah, mawaddah, wa (dan) rahmah itu diupayakan. Kalau sejak awal niat kita baik, penuh persiapan (dengan menabung, mencari ilmu, dll), sisanya tinggal doa. Jangan nikah modal tawakal, realistislah.
Tapi jika setelah upaya itu, cinta tak juga tumbuh, berarti kamu butuh usaha keras. Sudah punya anak, tapi tetap sulit mencintai pasangan. Sudah konsultasi ke ahlinya, sudah berdoa, tapi tak tumbuh cinta yang membuat kamu merasa terpanggil untuk melindungi keluargamu, mungkin cerai memang pilihannya.
Sahabat Nabi juga ada yang bercerai. Nabi sendiri pernah menceraikan istrinya. Tapi ini bukan perkara mudah ya, Gengs. Aku cuma nulis aja, gak nyaranin sama sekali. Fyi, orang-orang yang bermasalah secara psikis, yang kemudian hari menjadi pelaku kriminal, umumnya mereka adalah anak yang lahir dari keluarga broken home.
Kesimpulan
Menikah memang sebaiknya karena cinta. Tapi cinta yang dimaksud adalah cinta karena Allah, yang dijamin akan menyelamatkan kita di dunia hingga akhirat.
Menikah dengan niat ibadah akan menghapuskan kekhawatiranmu tentang menikah tanpa cinta. Kamu tak harus menikahi orang yang kamu cintai, tapi kamu wajib mencintai orang yang kamu nikahi.
Menikah tanpa berkah lebih buruk daripada menikah tanpa cinta. Mulailah dengan niat yang baik, jalani dengan cara yang baik. Jika kamu menikah karena Allah, Dia jugalah yang akan membersamai dalam susah senang pernikahanmu.
Iya yah jaman dulu kasus perceraian gak sebanyak sekarang hehe
ReplyDeletefaktor gak ada medsos juga kali ya, hehe
DeleteArtikel ini harus dibaca jomblo galau yang masih bingung menentukan pilihannya ^_^
ReplyDeletedan semoga segera tidak jomlo lagi. aamiin
DeleteMencerahkan Mbak Tari. Menikah memang harus karena niat ibadah ya, bukan fisik semata. Semoga anak mdua jaman sekarang membaca ini dan bisa menjatuhkan pilihan hatinya pada orang yang tepat :D
ReplyDeleteSebetulnya tidak masalah jika pria (suami) dan perempuan ( istri) sama sama muslim yang taat
ReplyDeleteJika tidak, maka perceraian tak terelakkan
Misalnya suami melakukan kdrt, istri selingkuh
Jadi tetep pakai cinta yaaa tapi definisikan cintanya...dan pernah baca juga pernikahan jg butuh perjuangan, cinta jg butuh diperjuangkan, artinya usaha utk menumbuhkannya jg... setuju ga?
ReplyDeleteseharusnya tetap perlu diingat niatan nikah...nikah untuk ibadah berarti kita ingin menikah untuk beribadah dan terus mengingat cinta kita kepada Allah.
ReplyDeleteBakhan ada yang bilang biar saja mencintai seiring berjalannya waktu ketiaka menikah. Namun, kenyataaannya tidak semudah itu. apalagi kondisi saat ini butuh perjuangan dan kekuatan yang ekstra
ReplyDeleteWalaupun pakai cinta, rumah tangga juga bisa bubar jalan kok.
ReplyDeleteyang jelas, pernikahan itu emang butuh kompromi dari kedua pihak
tulisan ini aku iyes banget alias setuju. Menikah dengan cinta, pilihan sendiri memang lebih baik tapi pun tidak menjadi jaminan akan langgeng. Pernikahan adalah pembelajaran seumur hidup
ReplyDeleteIya ya ... Orang tua zaman dulu banyak yang menikah tanpa cinta. Mereka nggak pacaran, nggak kenal, tau2 menikah. Dan Alhamdulillah .... Banyak yang langgeng.
ReplyDeleteMenikah tanpa cinta? Hmm..bisa ga ya? Etapi kadang cinta aja ga cukup ya..nyatanya banyak kok yang menikah karena cinta tapi ujung2nya berakhir karena berbagai alasan. Dan saya percaya dengan istilah witing rrisno jalaran soko kulino. Yang penting niat awal menikahnya lillahi taala
ReplyDeleteKalau kata ustad salim A fillah, cinta itu ditumbuhkan, ya. Tapi memang ada yang kasusnya agak berat kayak cinta pertama yang susah dilupain dan datang lagi
ReplyDeletepernikahan memang g butuh cinta aja ya mbak
ReplyDeletetapi juga harus niat karena ibadah dan adanya kompromi
Aku yakin, cinta itu datang dan mungkin bisa pergi kalau gak di pupuk.
ReplyDeletePupuknya in syaa Allah dengan mendekatkan diri kepada Allah.
Itu perekat tali kasih dan sayang suami istri.
Iya mbak, dulu banyak yang menikah tanpa cinta. Kebanyakan karena dijodohkan ya mbak..mungkin karena nggak mikir yang macam-macam dan disertai dengan niat yang baik malah dilancarkan semuanya ya mb...
ReplyDeleteJadi inget dulu pernikahan sama suami juga awalnya tanpa cinta. Justru makin cinta setelah nikah. Alhamdulillah, buah nurut sama ortu juga sih..
ReplyDelete