Pernah dulu sekali, ada yang curcol tentang orang tua selingkuh. Bukan orangtuanya, tapi orang yang sudah tua. Ada benarnya juga gerombolan Gramedia membedakan antara orangtua dengan orang tua. Yang menurut KBBI kata baku, adalah orang tua.
Sedangkan selingkung Gramedia menerjemahkan orangtua sebagai ayah dan ibu, sementara orang tua adalah orang yang sudah tua. Oke, kita balik ke curhat colongan yang kusebut di awal.
Orang ini berkisah, suaminya menikah (atau baru pacaran ya, aku lupa pula!) dengan seorang perempuan, padahal mereka punya anak yang masih kecil-kecil. Sebagai perempuan, aku sudah berpikir dia akan melupakan sang suami, atau bunuh aja sekalian (woi!) ternyata nggak.
“Kalau suami Tari diambil orang, jangan mau! Pertahankan hak Tari,” sarannya. Yang mungkin tak akan kulakukan.
Hey, jangan sembarang posting. Tar ada pelakor yang baca statement-mu! Ya sih, aku nggak bakal pertahanin. Tapi hati-hati, aku agak psiko orangnya.
Kemudian si tokoh yang curcol ini melanjutkan. Kenapa ia mempertahankan suaminya? Sebab ia sendiri adalah korban broken home sebab orangtuanya bercerai.
“Nenek dak mau anak-anak merasakan yang dulu Nenek rasa. Perih, hancur hati melihat orangtua terpisah. Berganti-ganti pasangan, tapi tak ada yang benar-benar sayang dengan kita,” begitu lebih kurang curhatnya.
Hm, iya juga. Pantaslah iblis penyebab perceraian itu begitu dielu-elu bosnya. Banyak banget efek buruk dari perceraian. Gak usahlah mikirin menye-menye cinta, lihat bagaimana dampak perceraian orangtua terhadap anak-anak.
Selingkuh Sebab Utama Perceraian
Dari berbagai sumber yang kubaca, perselingkuhan menempati paling jauh pada urutan ketiga sebab terjadinya perceraian. Masing-masing data memberi hasil berbeda, ada yang menempatkan faktor ekonomi di urutan pertama, lalu perselingkuhan, dan faktor lain.
Ada pula yang menempatkan selingkuh sebagai sebab utama perceraian, disusul ekonomi dan kurang menghargai pasangan. Atau faktor ekonomi jadi sebab terbanyak, kemudian faktor lain, sementara perselingkuhan selalu berada pada urutan pertama, kedua, atau ketiga. Tidak pernah keluar dari tiga besar itu.
Sebenarnya bagi pasangan, cerai tak selalu berarti buruk. Tidak sedikit kok yang justru bahagia setelah berpisah dari pasangannya. Namun bagi anak, sedikit banyak tentu ada imbasnya. Dan sekarang kita bahas lebih spesifik, apa dampak yang dirasakan anak-anak ketika mengetahui orang tua mereka selingkuh.
3 Dampak Orang Tua Selingkuh
Ana Nogales, penulis buku “Bagaimana Efek pada Anak jika Orangtua Berselingkuh” menuturkan, hasil riset yang ia lakukan terhadap anak-anak yang mengetahui orang tuanya selingkuh menunjukkan, sebanyak 75% anak merasa dikhianati, 80% berpengaruh terhadap hubungannya dengan lawan jenis di masa depan, dan 70% sulit memercayai orang lain.
Secara umum, anak-anak pada usia “yang sudah mampu memahami”, akan merasa marah, malu, dan akhirnya bermasalah dengan kejujuran dan kepercayaan. Dikutip dari berbagai sumber, sedikitnya ada 3 dampak buruk bagi anak yang mengetahui salah satu atau kedua orang tuanya selingkuh.
1. Depresi
Sebelum perselingkuhan orang tuanya diketahui umum, anak-anak mengambil peran sebagai orang yang berempati terhadap orang tua yang diselingkuhi. Jika ayah berselingkuh, mungkin anak akan merasa iba pada ibunya. Terlepas dari respons sang ibu terhadap reaksi anak.
Ia akan merasa sedih, tapi sebagai anak yang belum punya pengalaman, ia tidak tau harus berbuat apa. Inilah salah satu beban psikis seseorang, apalagi di usia labil. Perselingkuhan orang tua pasti merupakan beban yang berat bagi perkembangan jiwa anak.
Jika perselingkuhan orang tuanya menjadi perbincangan publik, ini jelas memperparah keadaan. Rasa marah dan malu campur aduk. Anak yang tidak kuat mental akan memilih menyendiri, membuat jarak yang jauh dari pergaulan, padahal bergaul adalah tuntutan usianya.
Hal paling mudah dalam mendeteksi depresi pada anak dan remaja adalah dengan melihat prestasi akademiknya. Anak yang depresi cenderung mengalami penurunan prestasi yang drastis.
2. Kasar
Bayangkan jika seseorang marah. Pada usia matang saja bisa kehilangan kontrol, apalagi pada anak-anak usia labil. Setiap emosi yang ada, butuh pelampiasan. Inilah salah satu sebab, anak-anak di bawah 17 tahun dilarang membawa kendaraan bermotor, karena mereka berada pada usia lemah kendali.
Anak dan remaja yang sedang memikirkan masalahnya, sering merasa terganggu dengan banyak hal. Mereka belum piawai menyimpan perasaan, bahkan kadang merasa perlu memperlihatkan pada orang lain agar orang mengerti.
Jadi jika melihat anak-anak atau remaja memposting hal-hal nyeleneh di media sosial mereka, atau apa pun perbuatan mereka yang tidak patut. Maka tersangka pertama adalah orangtuanya. Tidak bisa tidak, dan jangan mencari kambing hitam!
3. Trauma
Inilah hal terburuk yang banyak tidak disadari orang tua. Jika anak tidak segera diberi pemahaman, atau jika perlu diterapi, anak akan berlarut-larut dalam analisis versinya sendiri. Jika ibunya selingkuh, maka ia bisa saja menyimpulkan bahwa semua perempuan berselingkuh. Akibatnya, ia tidak percaya pada perempuan, atau tidak percaya pada pernikahan.
Jika tidak ada yang mengajaknya bicara untuk meluruskan, maka si anak berkemungkinan besar melakukan hal yang sama seperti yang pernah orang tuanya lakukan. Karena baginya, semua orang sama. Tidak ada yang setia, sehingga tidak ada yang perlu dijaga dan dihargai.
University of Pennsylvania merilis hasil penelitian, bahwa 71% perempuan yang selingkuh, ternyata punya ibu yang dulu juga pernah selingkuh. Sementara 45% laki-laki yang selingkuh, punya ayah yang juga pernah selingkuh.
Hey kamu, yang berpikir untuk selingkuh. Bayangkan, selain mengkhianati pasangan, kamu juga berpotensi mewariskan sifat buruk ke anak-anakmu!
Orang tua selingkuh, tak hanya rumah tangga yang jadi korban. Tapi juga kehidupan anak-anak di masa kecil/remaja, bahkan hingga dewasa. Kalau sejak awal tak mampu menyayangi anak, mbokya gak usah punya anak!
No comments