Siapa yang merekomendasikan? Ya aku. Siapa lagi? Jadi rekomendasi film psikologi yang akan kuulas di bawah ini, bukan berdasarkan lembaga ini atau situs tertentu. Bener-bener oleh seorang aku yang bukan siapa-siapa. Cuma seseorang yang suka nonton film psikologi, itu aja.
Apa sih menariknya film psikologi? Menurutku pribadi, baca novel atau nonton film psikologi seperti membaca kehidupan. Memaklumi karakter orang, memahami pola pikir masyarakat, dsb. Seperti ilmunya, film psikologi ada banyak. Bisa tentang orang dengan gangguan kepribadian, tentang psikologi keluarga, dll.
Kadang ada yang salah paham. Ketika menyebut film psikologi, yang ada di benaknya adalah psikopat dan darah. Itu film sadis, Gengs. Beda. Oke, langsung aja. Inilah 5 rekomendasi film psikologi terbaik sepanjang masa versi iluvtari.
The Silence of the Lambs
Film ini sudah lama banget, tahun 90-an. Tapi aku nontonnya tahun 2000-an sih, dan mau ngulang! Biasanya aku superjarang mengulang baca atau nonton sesuatu. Kalau sudah sekali, yang kedua bakal bosan. Tapi untuk film ini, aku bisa melakukannya.
Kenapa? Karena filmnya bikin mikir. Tapi mikirnya gak rumit, melainkan jadi dapat ilmu baru. Yang paling menarik adalah penokohan seorang psikiater yang juga psikopat. 92% pengguna Google menyukai film ini. Yang 8% mungkin belum baligh, jadi gak paham.
The Silence of the Lambs berkisah tentang kadet FBI (Jodie Foster) yang ditugaskan menemui Hannibal Lecter (Anthony Hopkins), psikopat dalam penjara dengan pengamanan super, untuk meminta nasihat dalam rangka mengejar psikopat lain yang masih beraksi.
Masuk akal kan? Kabarnya polisi harus berpikir seperti penjahat untuk bisa menangkap penjahat yang buron. Di FBI (info dari film sih!) ada bagian yang tugasnya membuat profil penjahat. Mereka mempelajari pola pikir, karakter, latar belakang kehidupan, dan berbagai hal yang berkaitan dengan orang yang mereka buru. Dengan begitu, mereka bisa memperkirakan dengan sangat baik, apa yang akan dilakukan si target, sehingga ybs bisa dibekuk sebelum kembali beraksi.
Yang semacam itu bisa kamu tonton dalam serial Criminal Minds. Filmnya bagus, tapi gak masuk rekomendasi di sini. Bukan apa-apa, capek ngetiknya.
Kembali ke The Silence of the Lambs. Sebenarnya sudah ketebak, tokoh utamanya pasti berhasil menangkap penjahat yang dimaksud. Tapi hebatnya film psikologi itu, kita bukan mau nebak siapa penjahatnya, atau bagaimana akhir drama, melainkan memahami alur dan cara berpikir orang lain. Entah dia protagonis maupun antagonis. Makanya, gak semua film psikologi layak dikategorikan film psikologi.
Sekuel film ini menceritakan awal mula Lecter menjadi psikopat. Tapi karena trailernya bikin pusing (penuh darah), aku pilih gak nonton. Nggak penasaran kok, bagiku menjaga kewarasan adalah yang utama. Aku gak suka tantangan.
A Beautiful Minds
Film ini diangkat dari buku dengan judul yang sama. Entah A Beautiful Minds atau The Professor and The Madman yang kukira plek-plek berdasarkan kisah nyata, ternyata bukan. Melainkan terinspirasi kisah nyata, beda ya. Dalam kejadian aslinya (entah yang mana dari dua film itu), sang istri gak sanggup menghadapi suaminya dan pilih bercerai. Kalau di film, istrinyalah yang membuat si suami lebih baik.
A Beautiful Minds bercerita tentang seorang ahli matematika yang mengidap skizofrenia. Ia mendapat beasiswa di Princeton University dan dijanjikan mendapat kamar untuk sendiri oleh pihak universitas. Anehnya, begitu masuk kamar, sudah ada orang lain yang kelak menjadi temannya dalam waktu yang lama.
John Nash (diperankan oleh Russell Crowe) mendapatkan pekerjaan sebagai pemecah kode rahasia yang disisip oleh musuh negara lewat buku, majalah, dan berbagai teks. Ia secara sembunyi-sembunyi mengirimkan laporannya kepada William Parcher (Ed Harris). Adegan inilah yang kemudian secara dramatis disajikan dengan kondisi real, bahwa Nash sedang berhadapan dengan orang-orang yang hanya ada di kepalanya.
Setelah lulus kuliah, Nash bertemu dengan teman kamarnya, Charles, yang datang bersama seorang keponakan. Di sinilah akhirnya Nash mengakui bahwa ia sakit. Sebab dalam waktu lama setelah pertemuan itu, keponakan Charles masih saja anak-anak.
Split
Film ini banyak dikritik psikiater dan psikolog, sebab dianggap memberi label negatif orang dengan gangguan identitas disosiatif (kepribadian ganda). Meski dikritik, tapi Split mendapat seabrek penghargaan dari segi perfilemannya.
Split mengisahkan tentang Kevin Wendell Crumb (James McAvoy), pemuda dengan 24 kepribadian, yang menculik tiga orang gadis dan mengurung mereka di tempat tersembunyi di bawah tanah. Memang sih, film ini agak lebay. Karena kepribadian yang terakhir benar-benar gak masuk akal. Eh, siapa tau emang bisa. Aku gak pernah kuliah psikologi, gak tau juga ding.
Pokoknya film ini sangat sangat menarik. Film psikologi sekaligus film action. Sudahlah mikir, deg-degan pula dibuatnya. Di kehidupan nyata, Billy Milligan adalah orang dengan 24 kepribadian dan juga melakukan kejahatan.
Ia merupakan orang Amerika pertama yang dinyatakan tidak bersalah karena mengalami gangguan kepribadian. Tapi Split bukan berdasarkan kisah Billy Milligan. Apa yang dialami Milligan juga diangkat dalam film, dengan judul The Crowded Room.
The Mentalist
Sebenarnya agak ngawur aku merekomendasikan The Mentalist sebagai film psikologi terbaik sepanjang masa, sebab kalau kamu penasaran entah nyari ke mana buat nontonnya. Di situs haram ada sih, tapi gak runut. Jadi gpp aja kalau dispoiler, ya!
The Mentalist adalah film serial, yang dulu aku nontonnya di Diva Universal (sekarang sudah gak ada). Menceritakan seorang konsultan CBI (California Bureau of Investigation) yang memiliki kemampuan analisis luar biasa, seorang mentalis bernama Patrick Jane (diperankan oleh Simon Baker).
Jane ini sebelumnya menipu banyak orang dengan keahliannya. Dia ngaku-ngaku sebagai cenayang yang bisa menghubungkan orang mati dengan keluarganya yang masih hidup. Dalam salah satu sesi pekerjaannya, ia harus berurusan dengan psikopat yang menamakan dirinya Red John.
Dalam banyak film psikologi yang kutonton, biasanya psikopat digambarkan sebagai orang yang suka jika dicari-cari polisi. Mereka tidak suka diremehkan dan sangat menikmati perhatian, terutama oleh media. Patrick Jane adalah orang yang dianggap meremehkan Red John dalam salah satu show-nya.
Karena pertunjukannya, Red John membantai anak dan istri Patrick Jane, yang itu menimbulkan trauma mendalam bagi Jane. Ia meninggalkan pekerjaan dan bergabung dengan CBI demi mencari sosok Red John yang sebenarnya.
Sepanjang serial, tiap episodenya akan diangkat kasus-kasus terpisah yang tidak semuanya terhubung pada Red John. Jane banyak menganalisis bahasa tubuh dan kebiasaan-kebiasaan orang-orang di sekitar korban untuk mengungkap kejahatan yang terjadi.
Aku lupa di session berapa Jane berhasil menemukan Red John. Yang jelas ketika musuh besarnya didapatkan, The Mentalist tidak serta merta tuntas. Jane harus menyembuhkan traumanya dengan menemukan keluarga yang baru. Witing tresno jalaran soko kulino, itulah ending serial keren ini.
Marriage Story
Aku menganggap film ini sangat realistis. Gak ada penjahat, gak ada orang dengan mental disorder, yang ada hanya keluarga kecil dengan masalah yang juga dialami jutaan pasangan di dunia.
Aku gak nonton karena latah, pemerannya adalah aktor dan aktris yang tengah naik daun; Adam Driver dan Scarlett Johansson. Kenal juga nggak. Maksudnya mereka gak kenal aku. Yang mewajibkan nonton harus happy ending, mending gak usah nonton.
Pokok cerita dari Marriage Story adalah sepasang suami-istri yang sama-sama sibuk. Mereka tampak harmonis di luar tapi kacau di dalam. Meski demikian, keduanya sama-sama berusaha menjaga keutuhan, terutama di depan anak semata wayangnya.
Momen epiknya adalah ketika mereka saling meluapkan emosi, saling tuding dan maki, lalu sama-sama minta maaf. Tapi … yang patah gak bisa disatukan. Pokoknya kalau suka yang indah-indah, jangan nonton! Mungkin ending inilah yang membuat film Marriage Story kabarnya merugi. Padahal bagus.
Nah, itulah 5 rekomendasi film psikologi terbaik sepanjang masa. Setidaknya sejauh ini, dengan jumlah tontonanku yang masih terbatas. Walau masih banyak film lain yang bagus, atau malah kamu anggap lebih bagus dari yang lima di atas. Selera manusia kan beda-beda.
Btw kok film barat semua? Berarti aku lebih banyak nonton film barat ketimbang Asia, kan list versi aku. Untuk rekomendasi film psikologi Indonesia, kamu bisa tonton Fiksi, Penyalin Cahaya, dan Sang Penari. Itu yang menurutku bagus. Rekomendasi film psikologi Korea ada nggak? Kayaknya belum dulu, hehe.
No comments