Gara-gara pencarian yang mentok, bertemulah aku dengan Novel Gadis Kretek. Dari film Before, Now & Then, yang dalam versi Indonesia jadi Nana, aku akhirnya mencari-cari novel yang diangkat menjadi film. Awalnya sih cari novel Jais Darga Namaku di iPusnas. Tapi gak ketemu. Mau beli versi cetak, kondisi rumah sedang gak boleh nambah koleksi buku.
Yang bikin penasaran adalah antrean Gadis Kretek yang gila banget. Novelnya sih ketemu, tapi untuk pinjam harus tunggu dulu. Entah disembunyikan Oddo atau aplikasi iPusnas yang kurang sakti, notifikasi bahwa novel antrean sudah tersedia gak bisa muncul gitu aja. Sekali waktu aku buka iPusnas (padahal sudah lupa sedang ngantre), baru ketauan ada satu kopian “nganggur”. Buru-buru deh pinjam, jangan keduluan orang lagi.
Sinopsis Novel Gadis Kretek
Aku gak review ala ala tugas sekolah. Versi iluvtari aja, seingat-ingat, dan segampang mungkin ditulis. Novel Gadis Kretek berkisah tentang tiga bersaudara; Lebas, Karim, dan Tegar, yang merasa harus mencari Jeng Yah, perempuan masa lalu dalam kehidupan romo mereka, Soeraja.
Salah satu keunggulan novel ini adalah panjangnya sejarah yang diangkat tanpa rasa terbebani layaknya kita membaca buku pelajaran (dan itu memang kelebihan novel sejarah pada umumnya). Panjang yang kumaksud adalah rentang waktunya. Sejarahnya sendiri selewatan saja, sebagaimana yang kita sudah tau. Gak detail dan tidak memihak.
Bahwa Indonesia dijajah Belanda, lalu datang Jepang yang awalnya sok baik, kemudian muncul PKI yang belakangan malah terkesan kayak korban padahal mereka penjahat. Ya gitu gitu deh. Nah para tokoh dalam novel dengan alur bolak-balik ini, hidup sepanjang sejarah Indonesia itu.
Lebas si bungsu, yang jarang akur dengan kakak sulungnya. Yang membuat romonya sakit karena ganti-ganti jurusan kuliah dan ogah mengurus pabrik kretek milik keluarga, pada akhirnya justru menjadi pahlawan. Karena ia berhasil memecahkan misteri bekas luka di dahi sang ayah.
Kisah cinta yang polos antara Idroes Moeria dan Roemaisa, Dasiyah dan Soeraja, serta jatuh bangun pabrik klobot membuat kamu gak mungkin menuntaskan buku ini lebih dari tiga hari. Selain karena novelnya juga tidak tebal, bayangan Indonesia tempo doeloe sayang banget kalau harus hilang timbul karena baca bukunya putus-putus. Menurutku begitu.
Perjalanan kisah orang lain yang kemudian beralih pada keluarga Lebas, dituturkan dari berbagai sudut pandang. Dimulai dari narasi penulis, kemudian cerita dituturkan oleh tokoh, lalu pindah ke tokoh lain sebagai antagonis, dst. Belum jadi film aja, lewat bukunya kamu udah ngerasa kayak nonton film. Eh tergantung kehebatan imajinasimu ding!
Kebiasaanku baca novel, gak liat-liat siapa penulisnya. Kalau halaman pertama oke, lanjut. Kalau nggak, balikin. Nah novel Gadis Kretek ini langsung aku yakin penulisnya perempuan adalah waktu membaca adegan le'le'an. Di mana tetangga berdatangan bakda Magrib untuk menemani ayah bayi menjaga ari-ari yang dikubur.
Kebayang deh stresnya ngurus bayi baru lahir sementara di luar ada bapak-bapak yang riuh dengan asap rokok ngepul di seantero kamar. Gambaran emosinya dapet banget, maka aku langsung menebak, ini penulisnya mungkin pernah merasakan hal yang sama, atau minimal mirip.
Review Buku Gadis Kretek
Sepanjang cerita, pembaca bakal menebak-nebak, dan tebakannya salah semua. Walau bukan novel detektif, Gadis Kretek membuatku puas dengan misteri dan cara pemecahannya.
Ceritanya sangat menarik dengan alur campuran yang agak acak tapi mudah dipahami. Gaya bahasanya asik. Bercandanya gak receh, mungkin sebagian orang bahkan gak merasa itu lucu (karena gak paham), dan aku suka joke model begitu.
Kalau dibuat list, menurutku pribadi inilah kelebihan dan kekurangan Novel Gadis Kretek:
Kelebihan
- Sisi romansa buku ini gak menye-menye. Cinta yang sederhana namun menyentuh.
- Gaya bahasanya asik. Mbak Ratih Kumala, penulisnya, mampu membawakan cerita dengan cara yang pas di tiap bab. Konkretnya, penulis memberi narasi yang riang saat membahas Lebas dengan latar kekinian. Sementara ketika membahas Djagad (kakeknya) maupun Purwanti (ibunya), gaya tuturnya menyesuaikan namun masih dengan pilihan kata yang manis.
- Berbagai istilah seputar rokok dan bahasa iklan di masa lampau menunjukkan bahwa penulisnya gak modal ide awang-awang. Aku yakin ada riset mendalam dalam proses pembuatan Novel Gadis Kretek (dan ternyata, Mbak Ratih memang terinspirasi pabrik rokok keluarganya yang gulung tikar.)
Kekurangan
- Sedikit banyak menginspirasi orang untuk merokok. Kalau gak ada fatwa haram, barangkali abis baca novel ini aku mungkin coba-coba merokok. Apa sih rasanya tembakau campur daki? Eh.
- Ada beberapa adegan yang mengandung unsur syirik. Bagi sebagian orang mungkin terkesan lebay, “Ah itu kan budaya ….” Tapi sebagai muslim, namanya syirik ya syirik.
- Banyak saltik, bahkan salah pasang nama. Semoga itu hanya versi digital aja. Biasanya di versi cetak orang akan lebih hati-hati. Biasanya.
Rating Gadis Kretek
Biasanya kalau sudah baca novelnya, waktu film rilis aku jadi deg-degan. Khawatir kecewa. Tapi kalau sudah nonton filmnya tapi belum baca bukunya, jadi rada malas untuk baca. Trus, kenapa novel Jais Darga Namaku dicari-cari? Hehe, karena aku gak paham maksud film Nana. Filmnya bagus tapi gak ngerti, kan ngeselin.
Kalau Nana nontonnya di Prime Video, kabarnya Gadis Kretek bakal ditayangkan di Netflix. Kapan ya, karyaku diangkat ke layar lebar? Karya yang mana, Neng? Nulis fiksi juga udah jarang lu!
Btw masih aja ada yang nyari novel versi pdf, termasuk mencari novel Gadis Kretek. Dasar jiwa pembajak. Daripada download ebook bajakan, mending ke iPusnas. Legal, aman. Tapi apa ya keuntungan penulis kalau orang membaca lewat iPusnas? Tanya Mbak Ratih Kumala, deh! Harusnya sih ada.
Sejujurnya baca buku versi cetak tetap lebih nyaman daripada ebook maupun lewat aplikasi di gawai. Tapi ya itu tadi. Sebagian besar bukuku aja sudah kuhibahkan untuk mengurangi “beban”. Tinggal beberapa yang belum dibaca (padahal sudah lama dibeli), dan nantinya insyaallah dikasih ke orang juga.
Sementara untuk kamu yang masih punya ruang untuk menambah koleksi, saranku beli yang fisik aja. Lebih nyaman, bisa dibawa tidur tanpa perlu khawatir dengan radiasi, ketiban, jatuh, dll. Aku ngasih bintang 5/5 untuk Novel Gadis Kretek. Di Google, 94% pengguna mengaku suka novel ini, tapi di iPusnas bintangnya hanya 3. Hmm.
Baca novel sejarah itu emang ga mandang2 waktu, rasanya pengen di trabas dalam sekali duduk. Kalo putus2 nantii susah mau nyambungin dari bab satu ke bab yg lainnya. Saya paling suka baca novel sejarah.
ReplyDeletesaya juga baca novel ini di ipusnas. seru novelnya apalagi bakal dijadikan seri di netflix ni. jadi penasaran sama aktingnya dian nanti
ReplyDeleteKudu nguatin akidah dulu gak sih mbak kalo baca novel ini wkwk. Penasaran sih, soalnya saya kurang suka novel jenis begini, tapi kalo liat penilaian mbak kayaknya bagus.
ReplyDeleteUtk yg udah ngaji keknya aman sih scr akidah. Sbb syiriknya jelas, gak abu2. Mungkin penulis mau ngasih liat kultur sana, sekaligus biar ceritanya lebih membumi
DeletePenasaran sih sama cerita2 begini, tapi saya kadang gak tertarik baca novel sejarah. Astaghfirullah padahal bagus ya mbak banyak baca novel sejarah wkwk.
ReplyDelete